
Pancasila Sebagai Fondasi Moral Bangsa dan Tantangan dalam Penerapannya
Sanggau, kab-sanggau.kpu.go.id I Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia yang digali dari nilai-nilai luhur akar budaya bangsa. Kelima silanya tidak hanya merupakan rumusan ideologis, tetapi juga cerminan dari cita-cita dan identitas nasional bangsa Indonesia. Dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila seharusnya menjadi pedoman etis, moral, dan spiritual dalam segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan dalam hubungan antarindividu dalam kehidupan sehari-hari. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila masih menghadapi banyak tantangan serius. Rasa empati, kebersamaan, tolong-menolong, saling menghormati, saling menghargai, dan gotong royong pelan namun pasti mulai hilang dari khazanah kehidupan sebagai bangsa. Saya ingin mengurai makna dari setiap sila Pancasila serta menyampaikan tantangan-tantangan aktual yang kerap menghambat pengamalannya.
Sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ mencerminkan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler (negara bersikap netral dalam urusan agama), tetapi juga bukan negara teokrasi (pimpinan negara tertinggi dipegang oleh pemuka agama). Negara mengakui keberadaan Tuhan dan menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara. Namun, dalam praktiknya, masih banyak terjadi intoleransi atas dasar agama dan kepercayaan. Kelompok minoritas kerap mengalami diskriminasi, baik dalam kebebasan beribadah maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari. Ironisnya, agama yang seharusnya menjadi sumber kedamaian dan sumber kebaikan justru kadang dijadikan alat untuk memecah belah. Radikalisme atas nama agama masih menjadi ancaman nyata, baik di dunia nyata maupun di ruang digital. Tantangannya adalah bagaimana menanamkan pemahaman agama yang inklusif dan toleran, serta memperkuat pendidikan demokrasi, pendidikan multikultural, dan kebinekaan kepada generasi bangsa di semua jenjang pendidikan yang ada.
Sila Kedua ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’, sila ini menekankan kepada kita pentingnya penghargaan terhadap martabat manusia, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, kenyataannya, pelanggaran terhadap prinsip ini masih sering terjadi, baik dalam bentuk kekerasan, perundungan, perdagangan manusia, diskriminasi gender, maupun pelanggaran HAM oleh aparat negara. Indonesia masih menghadapi persoalan kemanusiaan yang kompleks, seperti ketimpangan sosial yang tinggi, minimnya akses terhadap keadilan hukum bagi masyarakat miskin, dan masih lemahnya perlindungan terhadap kelompok rentan. Tantangan terbesar di sini adalah menanamkan budaya saling menghargai, memperkuat sistem hukum yang adil, dan memastikan bahwa negara hadir untuk melindungi seluruh rakyatnya.
Sila Ketiga ‘Persatuan Indonesia’, Indonesia adalah negara kepulauan dengan ratusan suku, bahasa, dan budaya. Sila ketiga ini mengajarkan bahwa keberagaman adalah kekayaan, bukan ancaman. Namun, tantangan yang dihadapi sangat besar. Polarisasi politik, konflik horizontal, sentimen SARA, dan penyebaran hoaks telah menggerus semangat persatuan. Persatuan tidak bisa hanya dimaknai sebagai keseragaman, tetapi justru menghormati perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Sayangnya, fanatisme kelompok, baik dalam bentuk etnosentrisme (hanya kelompoknya yang paling baik) maupun religiositas sempit, sering kali membuat masyarakat mudah terpecah belah. Perlu penguatan kembali terhadap identitas nasional yang inklusif, serta peran aktif pendidikan karakter untuk menanamkan rasa cinta tanah air yang tidak sempit.
Sila Keempat ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan’, menekankan prinsip demokrasi yang sehat, yaitu keterlibatan rakyat melalui wakil-wakilnya, dan pengambilan keputusan secara musyawarah. Namun, wajah demokrasi Indonesia hari ini sering kali dicederai oleh praktik politik transaksional, pragmatisme, dan rendahnya integritas sebagian elite politik kita. Masyarakat kerap merasa jauh dari proses pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Musyawarah digantikan oleh voting tanpa substansi, dan wakil rakyat terkadang lebih sibuk memperjuangkan kepentingan partai atau pribadi dibandingkan aspirasi konstituen. Tantangan kita adalah menghidupkan kembali semangat demokrasi deliberatif (penekannya pada musyawarah mufakat), memperkuat partisipasi publik dalam proses politik, serta membangun sistem politik yang lebih transparan dan akuntabel.
Sila Kelima ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’, sila kelima merupakan tujuan akhir dari semua sila sebelumnya. Negara harus menjamin pemerataan kesejahteraan, keadilan ekonomi, dan kesempatan yang setara bagi semua warga negara. Namun, ketimpangan ekonomi di Indonesia masih tinggi. Akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan belum merata. Banyak wilayah di Indonesia yang tertinggal secara ekonomi dan infrastruktur. Sementara di sisi lain, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan terhitung merajalela, hal ini menghambat terwujudnya kesejahteraan yang merata. Tantangan terbesar adalah bagaimana menyeimbangkan pembangunan agar tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang di kota-kota besar, serta memastikan bahwa setiap kebijakan publik benar-benar berpihak kepada rakyat kecil. Jika kondisi ini sudah dianggap akut, maka mau tidak mau negara harus hadir dan tegas berpihak, misalnya segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor untuk kemudian dikelola dengan baik demi pemerataan kesejahteraan rakyat.
Kesaktian Pancasila sudah teruji, dan Pancasila bukan hanya teks yang dihafal di sekolah, melainkan harus menjadi nilai yang dihayati dan diamalkan dalam kehidupan nyata. Setiap sila saling berkaitan dan membentuk sistem nilai yang utuh. Jika satu sila diabaikan, maka harmoni kehidupan berbangsa akan terganggu. Tantangan-tantangan yang kita hadapi dalam mengamalkan Pancasila bukan hal sepele. Diperlukan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa pemerintah, masyarakat, tokoh agama, pendidik, dan generasi muda untuk menjadikan Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga jiwa dan karakter kita dalam kehidupan bangsa dan bernegara.
Selamat Hari Kesaktian Pancasila.
(JUHARI, anggota KPU Kabupaten Sanggau)